Swara Gapura
Disemilasi Audit Kasus Stunting (AKS) merupakan kegiatan yang bertujuan untuk menyampaikan hasil audit terkait kasus stunting kepada pihak terkait guna meningkatkan kesadaran serta upaya penanggulangan terhadap masalah kesehatan khususnya kasus stunting.
Kegiatan tersebut digelar Dinas PPKBP3A Kota Tasikmalaya di Aula BaleKota Tasikmalaya dan dihadiri pejabat pimpinan tinggi pratama dan Pejabat Administator dilingkungan Pemerintah Kota Tasikmalaya , Kepala Kantor Kementerian Agama Kota Tasikmalaya, tim pakar audit kasus stunting Kota Tasikmalaya dan semua unsur terkait. Kamis (5/9/2024).
Dalam sambutannya Pj. Sekda Kota Tasikmalaya sekaligus sebagai ketua tim percepatan penurunan stunting (TPPS) Kota Tasikmalaya H. Asep Gapurullah yang dibacakan Asisten daerah (Asda) R. Reza Setiawan menyampaikan kegiatan rencana aksi nasional audit stunting merupakan salah satu cara untuk menurungkan angka stunting. “Ada empat sasaran audit kasus stunting yaitu calon penganting, ibu hamil, ibu pasca persalinan dan baduta atau balita,” ujarnya.
Reza menuturkan angka prevalensi stunting berdasarkan data SSGI tahun 2022 sebesar 22,4 persen sedangkan berdasarkan SKI tahun 2023 stunting di Kota Tasikmalaya berada di angka 27,1 persen atau naik 4,7 persen namun berdasarkan data EPPGBM sebesar 10.75 persen .“Prevalensi stunting di Kota Tasikmalaya masih tinggi,maka dari itu harus menjadi perhatian semua unsur yang terlibat untuk terus berupaya menurunkan angka stunting secara holistic, intregatif dan berkalitas,” ujarnya.
Ia berharap dengan digelarnya kegiatan AKS diharapkan mampu menyusun strategi pencegahan dan penanganan kasus stunting untuk kemudian ditindaklanjuti oleh perangkat daerah atau OPD terkait dan kepada seluruh perangkat daerah agar meningkatkan upaya intervensi sensitive dan spesifik stunting. “Dengan dilaksanakannya kegiatan disemilasi AKS dan upaya bersama semoga target Kota Tasikmalaya zero new stunting bisa tercapai,” pungkas Reza.
Sementara itu ditempat yang sama salah satu tim pakar AKS dr Dewi Sp.A., mengatakan bahwa anak stunting adalan suatu kondisi perawakan pendek yang diakibatkan karena kekurangan nutrisi dalam jangka waktu yang lama. “Tidak semua anak yang mempunyai perawakat pendek dikarenakan masalah nutrisi artinya perawak pendek belum tentu stunting tapi kalau stunting pasti pendek,” ucapnya.
Berdasarkan PNPK, lanjut Dewi, yang memilah anak stunting atau tidak adalah dokter spesialis. dilapangan saat ini ada sekitar 5000 an anak di Kota Tasikmalaya yang dianggap stunting harus di pilah anak stunting atau bukan sedangkan dokter spesiais anak sedikit jadi pihaknya melibatkan dokter umum yang sudah diberi pelatihan tentang stunting. “Setelah dilakukan pemilahan ternyata dari 5000 an anak tidak semua stunting dan bila ada bayi atau balita stunting yang memerlukan tata laksana lebi-h lanjut baru dirujuk ke rumah sakit,” ujarnya.
ia juga menekankan pentingnya kolaborasi multisektor, selain pemerintah di semua level, program percepatan penurunan stunting harus melibatkan pihak swasta, perguruan tinggi, kelompok masyarakat dan media masa. “Program ini dapat mencapai hasil signifikan berkat keterlibatan semua stakeholder secara aktif .Dan sebagai tenaga kesehatan 30 persen ditindakan yang spesifik, sisanya tindakan sensitive 70 persen ada di stakehorder lain seperti anak stunting yang disebabkan factor ekonomi,” pungkas Dewi. (SG.W-002/toni jayalaksana)