Anggaran Pokir Yang Luput dari Perhatian, Ketua DPRD Malah Usulkan Supaya Anggaran Bansos Dihapus

Swara Gapura

Pernyataan Ketua DPRD Ciamis, H. Nanang Permana, yang mengusulkan penghapusan bantuan sosial (bansos) untuk kelembagaan dan organisasi, telah menjadi perbincangan hangat di tengah masyarakat. Usulan ini memicu pro dan kontra, mengingat bansos selama ini dianggap menjadi salah satu bentuk perhatian pemerintah kepada masyarakat yang membutuhkan.

Wacana penghapusan bansos yang diusulkan Ketua DPRD Ciamis kini menjadi sorotan tajam. Di satu sisi, usulan ini dianggap sebagai upaya untuk mengefisienkan anggaran. Namun di sisi lain, publik bertanya-tanya mengapa anggaran Pokir, yang jumlahnya jauh lebih besar, tidak mendapatkan perhatian yang sama.

Namun, di balik wacana ini, ada satu isu lain yang justru dinilai lebih mendesak yaitu evaluasi terhadap anggaran Pokok Pikiran (Pokir) DPRD, terutama hibah yang dialokasikan untuk media.

Muhammad Alif, seorang aktivis sosial dan pemerhati anggaran daerah, menyoroti hal ini. Ia mempertanyakan logika di balik usulan penghapusan bansos, sementara anggaran Pokir yang jauh lebih besar dan kurang transparan masih terus bergulir tanpa evaluasi berarti. “Dana Pokir DPRD harus tepat sasaran dan jelas tujuannya, termasuk yang dialokasikan untuk media, jangan sampai dana ini turun begitu saja tanpa kejelasan, terutama terkait laporan Surat Pertanggungjawaban (SPJ)-nya,” tegas Alif.

Alif juga menyoroti bahwa dana hibah untuk media yang bersumber dari Pokir sering kali bermasalah dalam transparansi dan akuntabilitas, ia mendesak agar mekanisme pemberian hibah tersebut dijelaskan secara rinci, mulai dari dasar penilaian, alasan pemberian, hingga hasil yang diharapkan. “Output dan outcome-nya harus jelas, apakah benar-benar bermanfaat untuk kepentingan Pemkab dan masyarakat, masalahnya tidak hanya pada transparansi, tetapi juga pada pola distribusi anggaran.,” tambahnya.

“Alokasi anggaran hibah untuk media terkesan tidak merata sebagian besar anggaran hanya diberikan kepada segelintir media tertentu, tanpa mempertimbangkan kualitas atau dampak positif dari pemberitaan yang dihasilkan. Bahkan, kami menduga adanya pengkondisian yang menyebabkan anggaran ini hanya mengalir ke pihak-pihak tertentu.”

“Ini menjadi persoalan serius, media-media di Ciamis jangan sampai ‘dinina bobokan’ oleh anggaran. Jika dibiarkan, independensi pemberitaan bisa terancam, dan sisi kritis media akan hilang. Selain itu, kesenjangan antar media lokal juga semakin lebar, karena hanya sebagian kecil yang mendapat kerjasama publikasi,” ujar Alif.

Alif mengajak Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) dan Inspektorat untuk melakukan audit menyeluruh terhadap anggaran media yang bersumber dari Pokir DPRD. Ia berharap evaluasi transparan dapat memastikan penggunaan anggaran sesuai dengan peruntukannya. “Jangan sampai anggaran ini digunakan untuk hal-hal yang tidak berdampak nyata bagi masyarakat,” katanya.

Alif juga menyoroti kebingungan yang dialami sejumlah Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) di Ciamis dalam menjalankan proses pengadaan kerjasama publikasi media. “Dananya berasal dari Pokir, tapi sering kali tidak disertai pedoman penggunaan yang jelas. Akibatnya, SKPD kebingungan dalam merealisasikannya,” ungkapnya.

Kesimpulannya bahwa evaluasi menyeluruh terhadap anggaran Pokir, termasuk hibah untuk media, adalah langkah penting yang tidak bisa ditunda. “Jika wakil rakyat ingin menghapus bansos dengan alasan efisiensi, maka mereka juga harus berani meninjau ulang anggaran lain yang lebih besar, lebih sensitif, dan lebih rawan disalahgunakan,” tandasnya.

Pada akhirnya, pertanyaan besar yang tersisa adalah: Apakah kebijakan ini benar-benar demi kepentingan masyarakat, atau justru untuk melindungi kepentingan segelintir pihak tertentu? (SG.W-028/mon)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *