Swara Gapura
Kepala Dinas Pemberdayaan Perempuan Perlindungan Anak dan Keluarga Berencana (DP3AKB) Jabar Siska Gerfianti menghadiri sekaligus membuka Rapat Koordinasi Optimalisasi Sekolah Siaga Kependudukan (SSK) sebagai upaya integrasi Pencegahan Perkawinan Anak dan Zero Bullying di Aula Dewi Sartika Dinas Pendidikan Jawa barat, Kota Bandung. Selasa (29/4)
Menurut Siska SSK salah satu cara efektif untuk mencegah tejadinya perundungan (bullying) sekaligu memutus mata rantai perkawinan anak di Jabar. Namun sayangnya jumlah SSK di Jabar masih terbilang rendah dibandingkan jumlah sekolah di Jabar. Secara keseluruhan ada 212 SSK di Jabar terdiri 146 SMP dan 66 SMA serta ada lima kabupaten/ Kota tak punya SSK.
“Diperlukan penguatan pendidikan karakter dan literasi kependudukan dilingkungan sekilah melalui SSK. SSK mengintegrasikan wawasan kependudukan ke dalam mata pelajaran dan kegiatan ekstrakurikuler,” ujarnya.
Ia menuturkan jumlah penduduk Jabar dibawah umur 19 tahun mencapai lebih dari 15 juta jiwa atau 30.97 persen dari total penduduk Jabar. Potensi tersebut dapat terhambat jika generasi muda menikah di usia. Menurut Siska ketika menikah muda akan muncul berbagai resiko seperti putus sekolah, masalah kesehatan reproduksi dan permasalahan dalam kehamilan dan persalinan seperti berat badan lahir rendah dan stunting.
“Meski terus menurun akang perkawinan anak di Jabar masih cukup tinggi. Berdasarkan data BPS pada tahun 2024 prevalensi perkawinan anak di Jabar 5,78 persen. Sementara itu berdasarkan data Pengadilan Tinggi Agama Bandung jumlah pengajuan dispenasasi kawin di Jabar tahun 2024 yang dikabulkan masih tinggi yaitu 3,631 kasus,” terangnya.
Di sisi lain, perundungan (bullying) menjadi salah satu persoalan penting bagi anak dan remaja di Jawa Barat. Perilaku bullying sangat berbahaya dan berdampak negatif baik bagi korban maupun pelaku. Perundungan bukan sekadar tindakan iseng atau candaan, tapi bisa meninggalkan luka yang tidak terlihat oleh mata.
“Pada korban seringkali berdampak pada kesehatan mental seperti kecemasan, stres, dan depresi. Selain itu, bullying juga berdampak pada prestasi akademik dan juga perilaku sosial lainnya,” Siska
Berdasarkan data Sistem Informasi Online Perlindungan Perempuan dan Anak (Simfoni PPA), sepanjang 2024 tercatat 1.971 kasus kekerasan terhadap anak di Jawa Barat dengan jumlah korban sebanyak 2.259 anak. Dari jumlah tersebut, terdapat kasus yang terjadi di lingkungan sekolah sebanyak 280 kasus.
“Dalam kondisi rentan ini, tidak jarang juga korban perundungan mencari jalan keluar yang salah seperti memilih untuk menikah dengan harapan bisa lepas dari tekanan. Padahal pernikahan usia anak justru membawa mereka kepada tantangan dan permasalahan baru,” ujar Siska.
Permasalahan perkawinan anak dan bullying perlu ditangani secara sistematis dan menyeluruh karena akan berdampak pada permasalahan yang lebih kompleks, mulai dari terhambatnya pendidikan, terganggunya kesehatan mental dan fisik, serta sosial ekonomi lainnya. Kondisi ini pada akhirnya akan mempengaruhi kualitas dan daya saing SDM.
“Penanganan permasalahan perkawinan anak dan bullying ini perlu sinergi dari berbagai sektor, terutama dunia pendidikan sebagai garda terdepan dalam membentuk pola pikir dan perilaku generasi muda.,” pungkas Siska. (SG.W-002)